By, Yuyum Fhahni Paryani - CBCP Speciliast Plan Indonesia
Menonton para pemerhati anak terhadap kekerasan anak di Metro TV, membuat sedikit bingung dengan komentar komentar yang mereka sampaikan. Terlihat, beberapa pihak hanya bicara pada taratan teori teori saja. Tak ada gebrakan nyata yang bisa dilakukan. Mengutip apa yang disampaikan psikholog anak Elly Rusman mengatakan dengan geram “tak hanya pada predator anak adalah orang dewasa, tetapi pelaku juga masih dalam usia anak. Ini bukan kejahatan, tetapi memang penyakit dan butuh rehabilitasi mental bagi para pelaku dan juga keluarganya. Penjara bukanlah tempat yang tepat untuk predator,’ ujar Elly Rusman. Sementara presenter lainnya, mengatakan tidak adanya layanan rujukan untuk kasus kasus anak, serta adanya persoalan hukum yang perlu diperbaiki.
Barita di televisi hari ini (minggu, 11 May 2014), bahwa
anak anak yang menjadi korban Emon alias Ahmad Sobari (24), kini menjadi bahan olok olokkan masyarakat
sekitar. Siapa yang bisa menjamin bahwa anak anak korban kekerasan sexual tidak
mengalami kekerasan lagi, apakah masyarakat sekitar sudah terdewasakan dengan
hak hak anak dan perlindungan anak? Terkesan, tak ada yang peduli, semua pihak
hanya terfokus pada kejadian saja, pelaku di jerat hukum, anak anak di periksa
dan diminta keterangannya.
Apakah anda tahu, bahwa pemerintah melalui beberapa
Kementerian sudah membuat layanan Perlindungan Anak? Beberapa diantaranya,adalah:
1. TESA 129 (Telepon Sabahat Anak 129), melalui 3
Kementerian (KPPA, Kemensos, dan Keminfo) telah menyediakan layanan Telepon
Sahabat Anak 129 (TESA 129) yang baru
bisa diakses melalui hanya telp kantor/rumah saja. Telp ini disediakan bagi
anak anak yang membutuhkan perlindungan atau berada pada situasi darurat atau
emergency. TESA 129 juga menyediakan layanan informasi, konsultasi dan konseling
seputar kehidupan anak, serta layanan pengaduan dan rujukan.
2. P2TP2A (Pusat Pelayanan
Terpadu Perempuan dan Anak), umumnya mereka di bentuk dengan SK
Gubernur/Bupati. Pembentukan P2TP2A ini merupakan melayani perempuan dan anak korban kekerasan,
menyediakan layanan informasi, konseling, perawatan psikhology, advokasi,
masihat hukum dan pelayanan kesehatan rujukan dan rumah aman, secara gratis.
P2TP2A dibawah koordinasi Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga
Berencana (BPMPKB). Beberapa Pemerintah daerah, juga mendorong terbentuknya P2TP2A
(PPT) di tingkat kecamatan.
Kami Anak Berkebutuhan Khusus, Punya hak yang sama |
3. RPSA (Rumah Perlindungan
Sosial Anak) merupakan trauma centre (pusat pemulihan), yang diperuntukkan bagi
anak anak yang membutuhkan perlindungan khusus, yaitu anak korban trafficking,
korban kekerasan dan perlakuan salah, anak berhadapan dengan hukum, dan anak
yang terpisah. RPSA saat ini hanya berada di level provinsi dan jumlahnya masih
sangat terbatas.
Berdasarkan data, pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) telah terbentu sebanyak 247 kab/kota di 33 provinsi. Dari 247 kab/kota yang telah terbentuk, baru 125 kab/kota menuju Kota Layak Anak (KLA).500 Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) telah terbentuk di Mapolres, serta terbentuk 123 layanan korban kekerasan berbasis rumah sakit[i]. Sementara TESA 129, belum ada laporan yang mendukung terbentuknya di kab/kota.
Ketersediaan layanan perlindungan anak ini, selayaknya
menjadi leading sector untuk masalah masalah anak ini, tampak bergeming. Tidak
ada satu media pun yang memberitakan layanan perlindungan anak yang telah disediakan
oleh pemerintah Indonesia.
TESA 129 yang seharusnya banyak diakses oleh anak anak, tak banyak diketahui oleh anak anak. P2TP2A punterdengar asing bagi masyarakat, tak banyak yang tahu jika ada layanan terpadu perlindungan anak. Bisa jadi, baru ada kejadian semua layanan yang tersedia baru sibuk mengaktifkan kembali fungsi yang sebenarnya. Padahal untuk membuat layanan telp atau
helpline (TESA 129) dan P2TP2A memakan
biaya dan waktu yang cukup lama.
Beri kami Akses untuk Melaporkan |
Jangan kan menelpon TESA 129 atau mengakses P2TP2A,
membangun komunikasi internal (antara
orang tua dan anak) saja tak terjadi, apalagi melapor ke P2TP2A. Apakah ada
catatan data yang masuk (data base)
dari orang orang yang melapor ke TESA 129 atau P2TP2A? Ada pasti, tapi mungkin bisa di hitung dengan
jari.
Sebagus apapun program atau layanan yang diberikan
oleh pemerintah sudah selayaknya harus digaungkan sebesar besarnya agar bisa di
akses oleh anak dan masyarakat. Perlu di kaji ulang kefektifan akses layanan
perlindungan anak ini ke depan, sehingga betul betul mampu melindungi anak
indonesia.
Kepedulian masyarakat untuk melindungi anak mereka
juga perlu dibangkitkan melalui "perlindungan
anak berbasis masyarakat" sebagai deteksi dini. Jika disadari sejak awal
pentingnya layanan perlindungan anak ini (TESA 129, P2TP2A, dibentuk Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat), mungkin
kekerasan terhadap anak mampu kita cegah sejak dini.
Share terus Yum. Agar masyarakat dapat menilai kinerja lembaga-lembaga yang makan pajak rakyat. Tapi tak berbuat apa-apa untuk rakyat.
ReplyDeleteSiap..mari kita pantau bersama
DeleteSiap..mari kita pantau bersama
Delete