Sunday, April 20, 2014

PERLINDUNGAN ANAK DIPENGUNGSIAN #ANAK SINABUNG TAK TERLINDUNGI#


“Kasus Pelecehan Sexual Pun Terjadi”

By Yuyum Fhahni Paryani – CBCP Specialis, Plan Indonesia

Kami tetap bisa berGAYA lo?!?
Gn. Sinabung  yang berada di Kabupaten Karo- Sumatera Utara, yang saat ini belum lagi memuntahkan lahar panasnya, masih menyimpan banyak persoalan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Masyarakat yang tinggal disekitar radius 3 km masih harus menunggu dalam ketidak pastian, kapan mereka harus bisa menempati rumah rumah baru mereka. Hingga kini, mereka sudah tidak diperbolehkan pulang dan harus menunggu keputusan pemerintah setempat untuk direlokasi.

Data terkini dari BNPB yang dikeluarkan pada tanggal 23 Febuari 2014, tercatat sebanyak 17,150 jiwa (5,213 KK) telah kembali ke rumah masing-masing; khususnya yang berasal dari 15 desa yaitu Desa Jeraya, Pintu Besi, Payung, Beganding, Tiga Pancur, Tanjung Merawa, Tiga nderket, Cimbang, Ujung Payung, Kutambelin, Gung Pinto, Sukandebi, Naman, Batu Karang, dan Rimo Kayu.  Jumlah pengungsi sampai dengan tanggal 09 Maret 2014, tercatat 15.863 jiwa (4.999 KK)  dan tersebar di 32 lokasi.
 
Kondisi pengungsian yang dibangun memang tidak memenuhi standar dalam minimum dalam respons bencana (sphere standard). Seperti,menempatkan ruang yang sama antara laki laki dan perempuan, penyediaan MCK yang tidak terpisah, makanan yang tidak dibedakan antara anak anak dan orang dewasa, penyediaan makanan yang kurang memenuhi standard gizi, ketersediaan air bersih yang terbatas, dsb. Namun demikian, enam bulan berlalu, mereka tetap mampu bertahan dengan kondisi seadanya dan semampunya.

Bagaimana Nasib Anak Anak Yang Tinggal di Pengungsian?

Assessment mendalam terkait perlindungan anak di Kab Karo, sudah ditemukan adanya masalah masalah anak yang tinggal di pengungsian.  Seperti, kondisi anak anak terlihat lusuh dan kotor. Kuku tangan mereka terlihat hitam hitam dan mulai terlihat panjang. Anak anak usia belia termasuk SD menjadi lebih agresif dari sebelumnya dan tidak mau mendengar perkataan orang tua (susah di atur) , mereka lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain bersama teman temannya. Parahnya, sudah sering anak laki laki usia PAUD yang sudah berani mengganggu teman perempuannya dengan membuka rok rok mereka dan segera berlari setelahnya. Anak laki laki pun suka mengganggu anak perempuan yang sedang antri kamar mandi dengan mencolek pipi dan kemudian berlari
 
Remaja perempuan tidak nyaman, karena harus bergabung dengan dewasa laki laki, antri jika mau mandi atau buang air, bahkan untuk menjemur pakaian dalam pun menjadi persoalan di pengungsian. ‘Kami harus menjemur pakaian dalam di bawah kain sarung atau jemur di tempat yang tersembunyi. Kata mereka gak pantes kalau celana dalam anak perempuan di lihat laki laki”. Pada saat menstruasi menjadikan mereka sangat tidak nyaman, dan berusaha sebaik mungkin untuk tetap bersih dan nyaman.

Hubungan suami istri bukan lagi hal yang tabu di lakukan, selimut dan mobil goyang sudah sangat santer di bicarakan oleh banyak pihak. Memang saat itu belum ada tempat yang khusus disediakan untuk orang dewasa melepaskan hasrat birahi mereka.

Kegiatan pendampingan anak sudah banyak dilakukan dengan sebutan “Pondok Ceria atau Support Psychososial”, namun kegiatan banyak dilakukan tidak terstruktur dan rutin. Terkadang terjadi over lapping (tumpang tindih) kegiatan bagi anak anak, karena tidak ada koordinasi satu sama lain, sehingga dalam 1 posko pengungsian ada 3 kegiatan yang bersamaan, sehingga dilakukan secara bergilir yaitu pagi, siang dan sore. Umumnya, mereka pun hanya menyediakan hiburan sesaat dan tidak berkelanjutan.
 
Selama dua bulan berlangsung (February– Maret 2014) sejak asessment dilakukan, saat kembali ke Sinabung (26 – 28 maret 2014), issu issu anak tidak semakin memudar. Persoalan persoalan anak di posko posko pengungsian terkait perlindungan anak semakin kompleks. Berdasarkan tingkat usia  yang berbeda telah ditemukan banyak persoalan anak yang sudah diluar kewajaran, seperti pelecehan sexual yang dilakukan oleh orang dewasa laki laki kepada remaja putri dengan memegang wilayah sensitifnya; anak anak mulai mengkonsumsi situs situs porno, anak usia TK sudah berani menunjukkan kemaluannya kepada anak perempuan, dimana si anak mengakui melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh orangtuanya; anak di pukul dengan tali pinggang atau sapu oleh orangtuanya; perjudian di posko posko; bulliying; anak anak melihat hubungan yang dilakukan oleh orang dewasa, dsb.

Selain itu, pola asuh orang tua pada anak anaknya sudah banyak mengancam buruknya tumbuhkembang anak. Seperti perilaku orang tua yang suka mengancam anak anak dengan tidak memberi uang jajan jika tidak menuruti kata kata orangtuanya; Terkadang kalau anak tidak menuruti perkataan orangtua, anak akan di cubit, dipukul dan mendapat sebutan sebutan yang tidak pantas (kebun binatang).
 
Peningkatan Kapasitas Tentang Perlindungan Anak Bagi  Pemangku Kewajiban dan Anak
Meningkatnya kualitas dari isu isu  perlindungan anak di pengungsian, dibutuhkan peningkatan kapasitas bagi para pihak yang bersentuhan langsung dengan anak di pengungsian, baik bagi Orang tua, Relawan (volunter), TKSK (Tenaga Kerja Sosial Kecamatan), TAGANA (Taruna Siaga Bencana), LSM, Pengurus Posko dan  Pemerintah Lokal dan juga anak itu sendiri.
Kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman tentang perlindungan anak, memang sangat diperlukan. Saat melakukan pelatihan perlindungan anak dan system rujukan, pemahaman peserta memang sangat terbatas dalam mengenal hak hak anak, bentuk bentuk kekerasan dan sistem rujukan dalam perlindungan anak. Banyak hal hal terkait dengan kekerasan tanpa disadari telah dilakukan pada anak anak mereka atau pun anak anak di posko posko pengungsian.  Tanpa disadari, kami ini juga termasuk pelaku - pelaku kekerasan”’ komentar salah satu peserta.
Anak sebagai pemegang hak pun harus bisa ditingkatkan kasapitasnya untuk mampu mengidentifkasi bahaya, tahu kemana harus menyampaikan/melaporkan apabila dia merasa tidak nyaman, dan mampu mengenal area area sensitif mereka yang sangat privasi,dll. Memberi ruang partisipasi anak sangat perlu dilakukan terutama bagi orang tua dan juga lingkungan sekitarnya.
Meningkatnya keadaran tentang perlindungan anak dan tingginya masalah masalah anak dipengungsian, telah membangkitkan kesadaran mereka (sebagai pemangku kepentingan) untuk segera melakukan sosialisasi perlindungan anak di posko posko pengungsian, memasang spanduk/banner terkait dengan pesan pesan/slogan perlindungan anak, membentuk Team Perlindungan Anak di Posko Posko, melakukan kegiatan Ruang Ramah Anak, melaporkan kasus kasus anak ke lembaga rujukan yang ada, serta mendukung kegiatan psykososial anak di posko posko pengungsian.
 
SINABUNG - KAB KARO,  26-29 MARET 2014

 

 



No comments:

Post a Comment