By: Yuyum Fhahni Paryani - Community Based Child Protection Specialist in Plan Indonesia
“Siswa TK JIS berinisial
AK (6) dicabuli petugas kebersihan JIS. Korban disodomi pelaku beberapa kali,
sehingga korban sakit, terinfeksi penyakit kelamin, dan mengalami tekanan
psikis. ORANG TUA mana yang tak hancur hatinya saat mengetahui anak yang dilahirkannya
mendapat pelecehan seksual. Itu pula yang dialami T, 40, ibunda korban
pelecehan seksual di JIS. Kini sang ibu selalu mendukung anaknya dan mencari
keadilan demi buah hati tercinta. Keberanian sang anak bisa membuat sejumlah
korban lainnya ikut bicara”
Kasus pelecehan sexual yang
terjadi di Sekolah International -
Jakarta International School, seakan membuka mata kita, bahwa kemewahan dan
kemahalan sebuah sekolah, bukan tempat yang mampu menjamin keamanan dan kenyamanan
bagi anak anak kita. Padahal dalam Undang Undang Perlindungan Anak No 23 tahun
2002, pasal 54 jelas menyatakan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah
wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola
sekolah atau teman temannya didalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga
pendidikan lainnya.
Seperti apakah implementasinya agar
pelaksanaan UUPA No 23 ini memang betul betul mampu melindungi anak di sekolah
atau di lembaga pendidikan lainnya? Sayangnya, hingga kini belum ada mekanisme
yang harus dibangun agar anak anak benar benar terlindungi di sekolah. Tidak
ada kewajiban yang bagi penyelenggara pendidikan untuk membuat Kebijakan
Perlindungan Anak disekolah termasuk “code
of conduct”, sehingga semua anggota masyarakat di sekolah mentaati dan
mematuhi kebijakan yang ada tersebut. Apakah ada kurikulum yang memuat tentang
perlindungan anak? Saya pikir hal ini tidak pernah saya dapatkan dalam mata
pelajaran apapun. Sehingga sangatlah wajar jika guru guru tidak banyak mendapat
kapasitas tentang Perlindungan Anak, sehingga tidak jarang kasus kekerasan terhadap
anak semakin marak. Ketidak pahamanan banyak pihak tentang perlindungan anak,
membuat mereka tidak merasa bersalah atau menganggap melakukan kekerasan adalah
bagian dari bentuk bentuk disiplin bagi anak anak untuk masa depan yang lebih
baik.
Selain itu, mekanisme pengawasan dan rujukan terhadap issu issu anak
terkait dengan kekerasan terhadap anak disekolah pun belum menjadi prioritas
bagi Kementrian Pendidikan di Indonesia.
Pesan Perlindungan Menjadi Konsumsi Dalam Kehidupan Sehari hari
Perkembangan anak tidak bersifat linier, demikian juga dengan masa kanak kanak, dan seiring pertumbuhan, baik sifat dan resiko yang mengincar juga berubah. Kemampuan koqnitif dan ketrampilan penalaran anak tetap membutuhkan latihan dan tidak cukup untuk memberitahu sesuatu kepada anak hanya satu kali saja.
Kita perlu memasukkan masalah
perlindungan kedalam keidupan sehari hari, membantu anak anak untuk belajat dan
mengintegrasikan perlindungan anak kedalam perilaku dan tindakan mereka dengan
cara yang alami dan berkesinambungan yang akan meningkatkan pada kualitas
perlindungan anak sendiri. Kapasitas anak untuk melindungi diri sendiri akan
meningkat dan dapat membantu tumbuh kembang mereka.
Sebagai orang dewasa, kita wajib
memberikan pesan yang nyata dan jujur
tentang perlindungan anak, jangan menciptakan suasana menakutkan atau mengancam
yang mungkin timbul ketika kesadaran akan perlindungan anak meningkat. Jika
kita melakukan ini, akan menimbuklan resiko di mana anak menjadi terlalu takut
atau cemas dalam menghadapi kehidupan, dan bukan merasa lebih siap untuk
menghadapi situasi yang berpotensi membahayakan. Sehingga perlu disampaikan
gabungan pesan pesan yang positif dengan fakta fakta tentang resiko dan bahaya
yang mungkin dihadapi anak.
Peningkatan Kemampuan Anak untuk Melindungi Diri, Perlu!
Umumnya, anak anak banyak yang
tidak mengetahui bahwa mereka berhak di lindungi dari segala bentuk kekerasan
apapun. Mereka selalu beranggapan bahwa mereka patut menerima hukuman karena
mereka nakal, tidak mengerjakan PR atau tidak menurut perkataan guru. Jika
mereka mampu mengungkapan alasan atau argumentasi, maka orang dewasa akan
dengan mudah mengatakan “ anak anak sekarang semakin berani melawan orangtua
atau guru”.
Di sisi lain, anak anak pun tidak
pernah dikapasitasi bagaimana mereka mampu mengidentifiaksi bahaya yang akan
terjadi pada dirinya atau teman temannya.Mengingat sebagai anak, khususnya anak
usia muda sangatlah rentan, mereka tidaklah selama 24 jam selalu bersama orang
tua mereka. Tak jarang hanya dengan iming iming permen, coklat atau uang, sudah
mampu menarik perhatian mereka untuk menjadi target bahaya bagi para pedophilia.
Sehingga, anak patut untuk diberikan kapasitas untuk melindungi diri mereka
sendiri. Anak patut dikenalkan atau diajarkan wilayah wilayah sensitif mereka
yang tidak boleh di sentuh (NO), apa tindakan yang harus mereka ambil jika
mereka merasa tidak aman di lingkungannya (GO), kepada siapa mereka bisa
mengadu jika mereka merasa tidak nyaman (TELL), dan lain lainnya.
Orang tua juga harus membuka
ruang untuk berkomunikasi dengan anak secara intensif, sehingga anak merasa
nyaman jika mereka ingin mengutarakan hal hal apa saja yang ingin di bicarakan.
Karena sebagai orangtua kita tidak pernah bsia memastikan bahwa anak anak
mereka sudah benar benar aman. Dengan semakin sensitifnya kita dengan masalah
perlindungan anak, setidaknya kita mampu mengidentifkasi banyak hal jika anak
kita mengalami kekerasan atau setidaknya bisa mencegahnya lebih awal. Dengan
melakukan hal ini perlindungan anak dapat dimaksimalkan atau ditingkatkan dan masalah
kekerasan tehadap anak dapat di cegah atau dikurangi.Note: salah satu sumber informasi yang bisa diunduh untuk mengajarkan anak "melindungi diri dari kekerasan sexual.
Protection of Children from Sexual Offences http://www.youtube.com/watch?v=BLSX-yh-0Fg
No comments:
Post a Comment