Sunday, April 20, 2014

ANAK PERLU DITINGKATKAN KEMAMPUANNYA UNTUK MAMPU MELINDUNGI DIRI SENDIRI DARI SEGALA BENTUK KEKERASAN


By: Yuyum Fhahni Paryani - Community Based Child Protection Specialist in Plan Indonesia


“Siswa TK JIS berinisial AK (6) dicabuli petugas kebersihan JIS. Korban disodomi pelaku beberapa kali, sehingga korban sakit, terinfeksi penyakit kelamin, dan mengalami tekanan psikis. ORANG TUA mana yang tak hancur hatinya saat mengetahui anak yang dilahirkannya mendapat pelecehan seksual. Itu pula yang dialami T, 40, ibunda korban pelecehan seksual di JIS. Kini sang ibu selalu mendukung anaknya dan mencari keadilan demi buah hati tercinta. Keberanian sang anak bisa membuat sejumlah korban lainnya ikut bicara”

Kasus pelecehan sexual yang terjadi di Sekolah International - Jakarta International School, seakan membuka mata kita, bahwa kemewahan dan kemahalan sebuah sekolah, bukan tempat yang mampu menjamin keamanan dan kenyamanan bagi anak anak kita. Padahal dalam Undang Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002, pasal 54 jelas menyatakan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman temannya didalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.
Seperti apakah implementasinya agar pelaksanaan UUPA No 23 ini memang betul betul mampu melindungi anak di sekolah atau di lembaga pendidikan lainnya? Sayangnya, hingga kini belum ada mekanisme yang harus dibangun agar anak anak benar benar terlindungi di sekolah. Tidak ada kewajiban yang bagi penyelenggara pendidikan untuk membuat Kebijakan Perlindungan Anak disekolah termasuk “code of conduct”, sehingga semua anggota masyarakat di sekolah mentaati dan mematuhi kebijakan yang ada tersebut. Apakah ada kurikulum yang memuat tentang perlindungan anak? Saya pikir hal ini tidak pernah saya dapatkan dalam mata pelajaran apapun. Sehingga sangatlah wajar jika guru guru tidak banyak mendapat kapasitas tentang Perlindungan Anak, sehingga tidak jarang kasus kekerasan terhadap anak semakin marak. Ketidak pahamanan banyak pihak tentang perlindungan anak, membuat mereka tidak merasa bersalah atau menganggap melakukan kekerasan adalah bagian dari bentuk bentuk disiplin bagi anak anak untuk masa depan yang lebih baik.

Selain itu, mekanisme  pengawasan dan rujukan terhadap issu issu anak terkait dengan kekerasan terhadap anak disekolah pun belum menjadi prioritas bagi Kementrian Pendidikan di Indonesia.

Pesan Perlindungan Menjadi Konsumsi Dalam Kehidupan Sehari hari

Perkembangan anak tidak bersifat linier, demikian juga dengan masa kanak kanak, dan seiring pertumbuhan, baik sifat dan resiko yang mengincar juga berubah. Kemampuan koqnitif dan ketrampilan penalaran anak tetap membutuhkan latihan dan tidak cukup untuk memberitahu sesuatu kepada anak hanya satu kali saja.

Kita perlu memasukkan masalah perlindungan kedalam keidupan sehari hari, membantu anak anak untuk belajat dan mengintegrasikan perlindungan anak kedalam perilaku dan tindakan mereka dengan cara yang alami dan berkesinambungan yang akan meningkatkan pada kualitas perlindungan anak sendiri. Kapasitas anak untuk melindungi diri sendiri akan meningkat dan dapat membantu tumbuh kembang mereka.
Sebagai orang dewasa, kita wajib memberikan pesan  yang nyata dan jujur tentang perlindungan anak, jangan menciptakan suasana menakutkan atau mengancam yang mungkin timbul ketika kesadaran akan perlindungan anak meningkat. Jika kita melakukan ini, akan menimbuklan resiko di mana anak menjadi terlalu takut atau cemas dalam menghadapi kehidupan, dan bukan merasa lebih siap untuk menghadapi situasi yang berpotensi membahayakan. Sehingga perlu disampaikan gabungan pesan pesan yang positif dengan fakta fakta tentang resiko dan bahaya yang mungkin dihadapi anak.

Peningkatan Kemampuan Anak untuk Melindungi Diri, Perlu!
Umumnya, anak anak banyak yang tidak mengetahui bahwa mereka berhak di lindungi dari segala bentuk kekerasan apapun. Mereka selalu beranggapan bahwa mereka patut menerima hukuman karena mereka nakal, tidak mengerjakan PR atau tidak menurut perkataan guru. Jika mereka mampu mengungkapan alasan atau argumentasi, maka orang dewasa akan dengan mudah mengatakan “ anak anak sekarang semakin berani melawan orangtua atau guru”.

Di sisi lain, anak anak pun tidak pernah dikapasitasi bagaimana mereka mampu mengidentifiaksi bahaya yang akan terjadi pada dirinya atau teman temannya.Mengingat sebagai anak, khususnya anak usia muda sangatlah rentan, mereka tidaklah selama 24 jam selalu bersama orang tua mereka. Tak jarang hanya dengan iming iming permen, coklat atau uang, sudah mampu menarik perhatian mereka untuk menjadi target bahaya bagi para pedophilia. Sehingga, anak patut untuk diberikan kapasitas untuk melindungi diri mereka sendiri. Anak patut dikenalkan atau diajarkan wilayah wilayah sensitif mereka yang tidak boleh di sentuh (NO), apa tindakan yang harus mereka ambil jika mereka merasa tidak aman di lingkungannya (GO), kepada siapa mereka bisa mengadu jika mereka merasa tidak nyaman (TELL), dan lain lainnya.
Orang tua juga harus membuka ruang untuk berkomunikasi dengan anak secara intensif, sehingga anak merasa nyaman jika mereka ingin mengutarakan hal hal apa saja yang ingin di bicarakan. Karena sebagai orangtua kita tidak pernah bsia memastikan bahwa anak anak mereka sudah benar benar aman. Dengan semakin sensitifnya kita dengan masalah perlindungan anak, setidaknya kita mampu mengidentifkasi banyak hal jika anak kita mengalami kekerasan atau setidaknya bisa mencegahnya lebih awal. Dengan melakukan hal ini perlindungan anak dapat dimaksimalkan atau ditingkatkan dan masalah kekerasan tehadap anak dapat di cegah atau dikurangi.

Note: salah satu sumber informasi yang bisa diunduh untuk mengajarkan anak "melindungi diri dari kekerasan sexual.

Protection of Children from Sexual Offences  http://www.youtube.com/watch?v=BLSX-yh-0Fg  



 





 


No comments:

Post a Comment