Saturday, April 26, 2014

STRATEGY PERLINDUNGAN ANAK DI SITUASI DARURAT


By, Yuyum Fhahni Paryani – Child Protection in Emergency Specialist Plan Indonesia

Tulisan ini di ambil dari buku MINIMUM STANDARD FOR CHILD PROTECTION IN HUMANATARIAN ACTION
 
Jika Anda adalah seorang relawan atau pekerja pekerja yang fokus  pada issu issu perlindungan anak, saat ini sudah dikembangkan  sebuah panduan tentang Minimum Standard untuk Perlindungan Anak pada aksi aksi kemanusian. Panduan ini dibuat oleh Global Child Protection Cluster atau Child Protection Working Group (CPWG). CPWG ini  adalah forum global untuk koordinasi perlindungan anak dalam setting kemanusiaan. Kelompok ini, merupakan kelompok bersama NGO, UN  Agency, Akademisi dan lainnya. Dalam System Kemanusiaan (humanatarian system) , CPWG   merupakan  suatu “bidang tanggungjawab” dalam Global Protection Cluster

STANDAR - STANDAR UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI PERLINDUNGAN ANAK  YANG MEMADAI  DALAM SITUASI DARURAT

Standard diarea ini termasuk strategi utama perlindungan anak yang dapat kebutuhan perlindungan anak yang berbeda. Seperti dengan semua standar lain, standard ini  didasarkan pada kerangka legal internasional secara menyeluruh. Standar ini termasuk standar yang berhubungan dengan:

ü  Management Kasus

ü  Mekanisme Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat

ü  Ruang Ramah Anak

ü  Perlindungan anak yang excluded (terpinggirkan, berkemampuan beda, etc)

STANDARD  15 -  CASE MANAGEMENT

Sistem management kasus digunakan diberbagai layanan kemanusiaan di lapangan, termasuk kesehatan, kerja sosial dan keadilan. Managemen kasus ada proses untuk membantu anak secara individual dan keluarga melalui model dukungan kerja sosial secara langsung dan mengatur informasi dengan baik. Managemen kasus ini adalah cara yang dibutuhkan dan fungsi sentral dalam berbagai perlindungan anak atau sistem kesejahteraan sosial, baik  di situasi darurat atau tidak (termasuk struktur pemerintah dan non-pemerintah).  Dukungan kemanusiaan untuk sistim management kasus perlindungan anak mungkin dibutuhkan dalam konteks sebagai berikut:

ü  Dalam situasi darurat yang terjadi sangat tepat dimana pemerintah membutuhkan dukungan sementara

ü  Dalam jangka waktu darurat yang bertahan lama dan di negara berkembang dimana pemerintah dimotivasi untuk membangun struktur dari kesejahteraan sosial yang kuat (yang termasuk Management kasus)

ü  Dimana pemerintah tidak menunjukkan minat  untuk mendukung perlindungan anak dan sistem kesejahteraan sosial.

Sistim management kasus dapat menjadi sangat penting dalam memfasilitasi monitoring kasus dan layanan rujukan, dan oleh karena itu  terdiri dari  komponen inti dari dukungan yang terintegrasi dalam respon pada resiko kunci perlindungan anak di situasi darurat, temasuk anak anak  yang berhubungan dengan angkatan bersenjata, anak anak yang tidak bersama pendamping dan anak yang terpisah, dan anak korban kekerasan, penyalahgunaan dan eksploitasi.
Dalam Management Kasus, harus ada keterlibatan anak yang tepat selama proses, dan juga mempertimbangkan dengan penuh pada kepentingan yang terbaik bagi anak. Hal ini mempersyaratkan adanya sistem pelaporan yang aman, di jaga kerahasiaannya, jelas dan menghormati protokol dalam berbagi informasi. Penyimpanan dokumen yang aman, dll. Pertimbangan ini harus dibuat sebelum memutuskan pada sistem managemen kasus atau ketika memulai untuk mendukung dan menguatkan  sistem yang sudah ada
 

STANDARD 16 -  MEKANISME BERBASIS  - MASYARAKAT
 
 Untuk standard ini “masyarakat” di definisikan sebagai sebuah kelompok dari beberapa orang yang tinggal atau yang berdekat lokasinya, sperti yang ada di desa atau di lingkungannya. Meskipun masyarakat tidak selalu dalam kelompok yang homogen (berbeda etnik, agama, stats sosial ekonomi, dll), masyarakat dapat menyediakan bermacam cara untuk mencegah dan merespon terhadap resiko resiko dari perlindungan anak. Meskipun dalam situasi pengungsian dimana masyarakat  tidak mudah untuk melihat, sekelompok orang dapat  mengatur diri mereka sendiri untuk mendukung anak anak yang beresiko.

Mekanisme Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat (CBCPM – Community Based Child Protection Mechanism) adalah sebuah jaringan atau kelompok dari masing masing individu di masyarakat  yang berkoordinasi bersama untuk tujuan perlindungan anak. Mekanisme ini  dapat secara internal maupun eksternal yang mendukung CBCPM seperti Komite Kesejahteraan Anak, Kelompok Perlindungan Anak Desa, dll. CBCPM yang efektif termasuk struktur lokal dan tradisional atau proses yang informal untuk mempromosikan  atau mendukung kesejahteraan anak.

STANDAR 17  - RUANG/TEMPAT  RAMAH ANAK – CHILD FRIENDLY SPACES

Salah satu kegiatan CFS - Story Telling
Standar ini menggunakan terminologi “ Ruang/Tempat Ramah Anak” berarti tersedai ruang di mana  masyarakat menyediakan/ menciptakan lingkungan pengasuhan  dimana anak anak dapat mengakses secara gratis dan ada struktur dalam permainan, rekreasi, waktu luang dan kegiatan belajar. Child Friendly Space (CFS)  dapat juga memberikan dukungan pendidikan dan psikososial dan kegiatan lainnya yang dapat mengembalikan  seperti situasi semula  dan terus menerus. CFS di rancang dan di operasikan  melalui proses yang partisipatif,  sering menggunakaan ruang/ tempat yang sudah ada di masyarakat, dan dapat melayani anak dengan rentang usia  tertentu, atau denagn rentang usia yang beragam.
Pedoman untuk CFS telah di kembangkan dan membantu membangun kesepakatan di diberbagi negara yang berbeda dalam kerja kerja kemanusiaan.  Area ini meliputi:

ü IASC Referensi Kelompok Kesehatan Mental dan Dukungan Psikososial di situasi darurat

ü Global Child Protection Working Group

ü Global Education Cluster

ü Standar Minimun untuk Pendidikan; Kesiapsiagaan, Respon dan Recovery (INEE)

STANDAR 18 -  MELINDUNGI ANAK ANAK YANG EXCLUDED

Ekslusif  telah di definisikan sebagai sebuah proses dimana anak anak baik secara infividual atau kelompok  secara total atau sebagian terpingirkan dari kondisi sosial masyarakat.  Kondisi ekslusif ini lebih melihat pada hubungan sosial yang dibutuhkan dalam lingkaran/siklus material yang terbatas dan kerentanan. Hal ini lebih terkait pada stigma dalam status social seperti kecacatan, anggota kelompok minoritas yang di diskriminasi secara budaya yang terkait issu gender, pengucilan ekonomi.  

Efek dari pengecualian (ekslusif) mempengaruhi perkembangan potensi anak,  yang dapat menghalangi akses anak terhadap hak hak mereka., kesempatan dan sumberdaya. Anak anak ekslusif ini lebih rentang terhadap kakerasan, penyalagunaan, eksploitasi dan penelataran. Krisis kemanusian dan response dapat membuat siklus dari anak anak ekslusif ini menjadi lebih buruk dan menciptakan lapisan baru dari eklusif, atau merubahan kesempatan.

Sunday, April 20, 2014

PERLINDUNGAN ANAK - MELALUI CHILD FRIENDLY SPACES

Bersama Anak Anak Hebat - Thypon Yolanda di Philipina

By: Yuyum Fhahni Paryani – Child Protection in Emergency Specialist – Plan Indonesia
“Happy, Exhausted and Excited”. Terlibat dalam ERT Plan Indonesia, membuat saya belajar banyak tentang rasa kemanusiaan, team work yang kokoh, dan rasa kekeluargaan yang akrab. Semua serba baru, pengalaman baru, lingkungan baru, teman baru, dan belajar banyak hal yang baru. Saya belajar banyak untuk bisa menerima keadaan dan kondisi apapun demi tujuan yang ingin dicapai bersama. Itu yang penting”. Saya banyak belajar bagaimana membangun Child Friendly Space (CFS – Ruang Ramah Anak).

My Lovely CFS team
Bertemu dengan anak - anak korban bencana Thypoon Yolanda, membuat saya bisa berbangga dan bahagia. Bangga karena mereka tetap kuat dalam menghadapi bencana. Bahagia karena mereka memberi kami senyum yang tulus dan bahagia. Bukan kami yang buat mereka tersenyum bahagia. Tetapi, anak anaklah yang memberi kami kekuatan.
Bermain Holahop, Jatuh Melulu,,heheheh
Sebagai Child Protection in Emergency Specilist (CpiE Specilist) kami bertanggungjawab untuk melakukan kegiatan CFS. Kegiatan pertama setelah tiba di Bay-Bay Leyte (bersama Vanda’s team) adalah bertemu dengan anak anak di Tolosa Municipality. Kami siapkan semua kebutuhan untuk bermain dan belajar bersama anak anak, dengan bahan bahan seadanya. Saat akan mensett-up tempat berkegiatan, cuaca yang awalnya panas terik, tiba tiba hujan deras dan angin kencang. Kami pun terpaksa berteduh di bawah terpal plastik sembari menunggu hujan reda. Tatkala hujan reda, tempat yang sudah kami bersihkan tak bisa digunakan lagi, karena becek dan tergenang air. Kami pun terpaksa mencari tempat lain yang aman bagi anak anak.
Dampak Thypoon Yolanda
Sekitar 100’an bermain dan tertawa bersama sama kami. Namun, tiba tiba... hujan pun turun dengan derasnya. Kami segera menyelamatkan anak anak agar mereka tidak basah, dan  sebagian kami berteduh di bawah terpal plastik lagi. Tiba tiba.. entah siapa yang memberi komando, anak anak bernyanyi...rain rain go away, come again another day. All children want to play...kami pun menyanyikan lagu itu beramai ramai dan berharap hujan akan berhenti segera. Tak terasa, air mata ku tanpa sadar mau mengalir, tetapi kutahan, agar tak terlihat oleh anak anak. Betapa bahagianya saat melihat anak anak yang kuat dan hebat ini tetap ceria di dunianya.  Terima kasih, kata seorang Ibu muda kapada ku“saya belum pernah melihat anak anak tertawa bahagia lagi setelah Thaypon. Kalian membuat anak anak kami tersenyum kembali"
Begitu pula keceriaan anak anak di Alegria Baranggay – Julita Muncipality, mereka dengan bangga mengajarkan ku berhitung angka “satu sampai sepuluh” dengan menggunakan jari jari. Jika aku salah dalam menghitung, mereka pun dengan cepat memperbaiki dan kami pun tertawa bersama sama. Bersama team CFS yang solid, kami (Abby, Dyaine dan Edward) mempunyai tarian gembira bersama sama anak anak yaitu “Chicken Dance
Halangan dan rintangan saat berada di Philipina, tidak menjadi hal yang sulit bagi kami. Keterbatasan air minum, aliran listrik, sinyal internet bukanlah kendala yang berarti. Semua kami jalani dengan bangga. Saat mobil kami ada yang mengalami bocor ban, kami pun tetap mampu berkoordinasi sehingga semua bisa berjalan lancar. Waktu kepulangan pun hampir tiba, para relawan relawan yang kami latih, sangat berterima kasih terhadap apa yang telah kami lakukan. “Kalian sudah memberi kami kegiatan yang menyenangkan bersama anak anak. Kalau bisa Ate (kakak – bahasa tagalog) Yuyum jangan kembali ke Indonesia” pinta salah satu Volunteer melalui SMS. Sebagai warga negara Indonesia, saya bangga dan bahagia melihat sikap dan perlakuan masyarakat yang begitu kooperatif, mau menolong sesama dan tanpa pamrih.
Bay Bay – Leyte @Philipina, 16 Nov – 16 Dec 2013

PERLINDUNGAN ANAK BERBASIS MASYARAKAT, TURUNKAN ANGKA KEKERASAN DAN PERNIKAHAN ANAK


Sebuah hasil Evaluasi - Most Significant Chance - di KAB REMBANG – 25 February 2014

Oleh : Yuyum Fhahni Paryani – CBCP Specialist Plan Indonesia

“Pada awalnya, saya tidak tau tentang program perlindungan anak berbasis masyarakat (disebut KPAD). Tetapi ada teman saya yang mengikuti kegiatan itu, jadi saya lumayan tertarik untuk mengikuti kegiatan KPAD. Kegiatan  saya di KPAD memang tidak begitu aktif, tetapi saya menjadi tahu tentang apa yang menjadi hak hak anak, dan saya juga mendapat pengalaman dengan mengikuti organisasi tersebut.
Sebelum adanya program KPAD, masyarakat tidak mementingkan pendidikan bagi anak anaknya. Dan lebih mengutamakan “ yang penting anaknya menikah” dan orang tuanya tidak lagi mempunyai tanggungjawab penuh atas anaknya.

Dengan adanya program KPAD ini, orang tua bisa mendidik anak menjadi lebih baik. Orang tua juga mengutamakan anak-anaknya untuk mengikuti pendidikan. Dan tidak ada lagi pernikahan di usia anak. Karena, menikahkan anak  akan sangat bahaya bagi alat reproduksinya yang belum matang, dan akan menimbulkan bahaya mental bagi anak itu sendiri. Saat ini, orang tua meninggalkan kebiasaan lama yaitu menikahkan anaknya di usia dini. Anak anak pun lebih mementingkan belajar untuk masa depannya dari pada menghabiskan waktunya hanya untuk bermain.
“Cerita Nova, Anak Perempuan- Rembang”

Keterlibatan saya di KPAD, lumayan aktif. Dan saya sebagai pengurus KPAD. Saya bsia belajar berorganisasi, khususnya tentang KPAD. Saya bsa belajar bagaimana dan apa saja hak hak anak itu. Tiga hal penting setelah adanya KPAD antara lain;  Orang tua yang dulu mendidik anak dengan kekerasan sekarang sudah tidak lagi. Orangtua pebih mengutmakan pendidikan anak untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang anak bisa menyampaikan pendapat kepada orang tua.
Tetapi ada hal yang penting lagi, yaitu tidak ada lagi pernikahan anak. Saat belum ada KPAD terbentuk di Desa kami, masyarakat sering menikahkan anaknya. Padahal mereka  pada usia yang belum pantas menikah dan pikiran mereka belum stabil. Tetapi setelah adanya program KPAD masyarakat jadi tahu bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan di usia anak. Masyarakt sadar, dan orang tua sekarang lebih mengutamakan pendidikan seorang anak.
Dengan adanya KPAD, saya menjadi lebih tahu apa saja hak hak yang harus saya dapatkan sebagai anak, masyarakat juga mengetahui keberadaaan KPAD adalah untuk kepentingan umum.
“Cerita Palupi, Anak Perempuan – Rembang”

Perubahan sangat penting setelah terbentuknya KPAD adalah dengan dilakukannya sosialisasi  baik di Posyandu, Kelompok Tani dan Insitusi pendidikan, kesadaran orang tua tentang hak anak mulai peningkat. Dan berdampak pada menurunnya kekerasan pada anak. Selain itu, KPAD juga mempunyai kemampuan untuk menangani kasus.
Sebelum adanya KPAD, kekerasan terhadap anak masih serimg terjadi. Banyak yang beranggapan bahwa “anak, anakku dewe”. Dan biasanya. Bila terjadi kasus kekerasan di laporkan ke Desa. Setelah ada KPAD kesadaran masyarakat mulai meningkat, baik terhadap pencegahan dan mereka juga tahu kemana harus melapor kemana ketika ada masalah kekerasan terhadap anak. Jika masyarakat sadar akan hak hak anak, maka mereka akan memnuhi hak anak itu
 “Cerita Paiman, Dewasa – laki laki, Rembang



Awalnya saya di undang untuk menghadiri pertemuan dan belum tahu mau apa dalam pertemuan tersebut. Ternyata pertemuan tersebut adalah untuk membentuk KPAD dan strukturnya, Saya menjadi salah satu pengurus KPAD yang terpilih. Kamis sering melakukan pertemuan dan juga mengenalkan kepada masyarakat apa itu KPAD. Masyarakat sudah tahu adanya KPAD dan sekarang juag sudah ada PERDES Perlindungan Anak di Desa kami. Masyarakat sering mengadu dan melaporkan masalah anak ke KPAD.  KPAD juga tahu bagiamana menangani kasus anak, proses pelaproan ke Polisi. Kami juga lebih memilih damai saat terjadi perselisihan dengan desa tetangga, karena di desa tetangga beluma da KPADnya.
Kami juga membuat pesan perlindungan anak di setiap nomor rumah “Anak jangan di hina, tetapi dibina”. Kesadaran orang tua meningkat, sehingga angka kekerasan berkurang, masyarakat pun menerima keberadaaan KPAD. KPAD membangun kesepakatan dengan 9 pihak (KPAD RINDANG; Forum Anak Desa; Polsek; Koramil, UPT Puskesmas; CAMAT; Kepala UPT Dependik, KUA;Kepala Desa) yang berkepentingan dalam perlindungan anak, sehingga semua pihak punya  tanggungjawab yang sama untuk perlindungan anak.

Cerita Umi Hanik, Dewasa Perempuan – Rembang

PERLINDUNGAN ANAK DIPENGUNGSIAN #ANAK SINABUNG TAK TERLINDUNGI#


“Kasus Pelecehan Sexual Pun Terjadi”

By Yuyum Fhahni Paryani – CBCP Specialis, Plan Indonesia

Kami tetap bisa berGAYA lo?!?
Gn. Sinabung  yang berada di Kabupaten Karo- Sumatera Utara, yang saat ini belum lagi memuntahkan lahar panasnya, masih menyimpan banyak persoalan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Masyarakat yang tinggal disekitar radius 3 km masih harus menunggu dalam ketidak pastian, kapan mereka harus bisa menempati rumah rumah baru mereka. Hingga kini, mereka sudah tidak diperbolehkan pulang dan harus menunggu keputusan pemerintah setempat untuk direlokasi.

Data terkini dari BNPB yang dikeluarkan pada tanggal 23 Febuari 2014, tercatat sebanyak 17,150 jiwa (5,213 KK) telah kembali ke rumah masing-masing; khususnya yang berasal dari 15 desa yaitu Desa Jeraya, Pintu Besi, Payung, Beganding, Tiga Pancur, Tanjung Merawa, Tiga nderket, Cimbang, Ujung Payung, Kutambelin, Gung Pinto, Sukandebi, Naman, Batu Karang, dan Rimo Kayu.  Jumlah pengungsi sampai dengan tanggal 09 Maret 2014, tercatat 15.863 jiwa (4.999 KK)  dan tersebar di 32 lokasi.
 
Kondisi pengungsian yang dibangun memang tidak memenuhi standar dalam minimum dalam respons bencana (sphere standard). Seperti,menempatkan ruang yang sama antara laki laki dan perempuan, penyediaan MCK yang tidak terpisah, makanan yang tidak dibedakan antara anak anak dan orang dewasa, penyediaan makanan yang kurang memenuhi standard gizi, ketersediaan air bersih yang terbatas, dsb. Namun demikian, enam bulan berlalu, mereka tetap mampu bertahan dengan kondisi seadanya dan semampunya.

Bagaimana Nasib Anak Anak Yang Tinggal di Pengungsian?

Assessment mendalam terkait perlindungan anak di Kab Karo, sudah ditemukan adanya masalah masalah anak yang tinggal di pengungsian.  Seperti, kondisi anak anak terlihat lusuh dan kotor. Kuku tangan mereka terlihat hitam hitam dan mulai terlihat panjang. Anak anak usia belia termasuk SD menjadi lebih agresif dari sebelumnya dan tidak mau mendengar perkataan orang tua (susah di atur) , mereka lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain bersama teman temannya. Parahnya, sudah sering anak laki laki usia PAUD yang sudah berani mengganggu teman perempuannya dengan membuka rok rok mereka dan segera berlari setelahnya. Anak laki laki pun suka mengganggu anak perempuan yang sedang antri kamar mandi dengan mencolek pipi dan kemudian berlari
 
Remaja perempuan tidak nyaman, karena harus bergabung dengan dewasa laki laki, antri jika mau mandi atau buang air, bahkan untuk menjemur pakaian dalam pun menjadi persoalan di pengungsian. ‘Kami harus menjemur pakaian dalam di bawah kain sarung atau jemur di tempat yang tersembunyi. Kata mereka gak pantes kalau celana dalam anak perempuan di lihat laki laki”. Pada saat menstruasi menjadikan mereka sangat tidak nyaman, dan berusaha sebaik mungkin untuk tetap bersih dan nyaman.

Hubungan suami istri bukan lagi hal yang tabu di lakukan, selimut dan mobil goyang sudah sangat santer di bicarakan oleh banyak pihak. Memang saat itu belum ada tempat yang khusus disediakan untuk orang dewasa melepaskan hasrat birahi mereka.

Kegiatan pendampingan anak sudah banyak dilakukan dengan sebutan “Pondok Ceria atau Support Psychososial”, namun kegiatan banyak dilakukan tidak terstruktur dan rutin. Terkadang terjadi over lapping (tumpang tindih) kegiatan bagi anak anak, karena tidak ada koordinasi satu sama lain, sehingga dalam 1 posko pengungsian ada 3 kegiatan yang bersamaan, sehingga dilakukan secara bergilir yaitu pagi, siang dan sore. Umumnya, mereka pun hanya menyediakan hiburan sesaat dan tidak berkelanjutan.
 
Selama dua bulan berlangsung (February– Maret 2014) sejak asessment dilakukan, saat kembali ke Sinabung (26 – 28 maret 2014), issu issu anak tidak semakin memudar. Persoalan persoalan anak di posko posko pengungsian terkait perlindungan anak semakin kompleks. Berdasarkan tingkat usia  yang berbeda telah ditemukan banyak persoalan anak yang sudah diluar kewajaran, seperti pelecehan sexual yang dilakukan oleh orang dewasa laki laki kepada remaja putri dengan memegang wilayah sensitifnya; anak anak mulai mengkonsumsi situs situs porno, anak usia TK sudah berani menunjukkan kemaluannya kepada anak perempuan, dimana si anak mengakui melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh orangtuanya; anak di pukul dengan tali pinggang atau sapu oleh orangtuanya; perjudian di posko posko; bulliying; anak anak melihat hubungan yang dilakukan oleh orang dewasa, dsb.

Selain itu, pola asuh orang tua pada anak anaknya sudah banyak mengancam buruknya tumbuhkembang anak. Seperti perilaku orang tua yang suka mengancam anak anak dengan tidak memberi uang jajan jika tidak menuruti kata kata orangtuanya; Terkadang kalau anak tidak menuruti perkataan orangtua, anak akan di cubit, dipukul dan mendapat sebutan sebutan yang tidak pantas (kebun binatang).
 
Peningkatan Kapasitas Tentang Perlindungan Anak Bagi  Pemangku Kewajiban dan Anak
Meningkatnya kualitas dari isu isu  perlindungan anak di pengungsian, dibutuhkan peningkatan kapasitas bagi para pihak yang bersentuhan langsung dengan anak di pengungsian, baik bagi Orang tua, Relawan (volunter), TKSK (Tenaga Kerja Sosial Kecamatan), TAGANA (Taruna Siaga Bencana), LSM, Pengurus Posko dan  Pemerintah Lokal dan juga anak itu sendiri.
Kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman tentang perlindungan anak, memang sangat diperlukan. Saat melakukan pelatihan perlindungan anak dan system rujukan, pemahaman peserta memang sangat terbatas dalam mengenal hak hak anak, bentuk bentuk kekerasan dan sistem rujukan dalam perlindungan anak. Banyak hal hal terkait dengan kekerasan tanpa disadari telah dilakukan pada anak anak mereka atau pun anak anak di posko posko pengungsian.  Tanpa disadari, kami ini juga termasuk pelaku - pelaku kekerasan”’ komentar salah satu peserta.
Anak sebagai pemegang hak pun harus bisa ditingkatkan kasapitasnya untuk mampu mengidentifkasi bahaya, tahu kemana harus menyampaikan/melaporkan apabila dia merasa tidak nyaman, dan mampu mengenal area area sensitif mereka yang sangat privasi,dll. Memberi ruang partisipasi anak sangat perlu dilakukan terutama bagi orang tua dan juga lingkungan sekitarnya.
Meningkatnya keadaran tentang perlindungan anak dan tingginya masalah masalah anak dipengungsian, telah membangkitkan kesadaran mereka (sebagai pemangku kepentingan) untuk segera melakukan sosialisasi perlindungan anak di posko posko pengungsian, memasang spanduk/banner terkait dengan pesan pesan/slogan perlindungan anak, membentuk Team Perlindungan Anak di Posko Posko, melakukan kegiatan Ruang Ramah Anak, melaporkan kasus kasus anak ke lembaga rujukan yang ada, serta mendukung kegiatan psykososial anak di posko posko pengungsian.
 
SINABUNG - KAB KARO,  26-29 MARET 2014

 

 



ANAK PERLU DITINGKATKAN KEMAMPUANNYA UNTUK MAMPU MELINDUNGI DIRI SENDIRI DARI SEGALA BENTUK KEKERASAN


By: Yuyum Fhahni Paryani - Community Based Child Protection Specialist in Plan Indonesia


“Siswa TK JIS berinisial AK (6) dicabuli petugas kebersihan JIS. Korban disodomi pelaku beberapa kali, sehingga korban sakit, terinfeksi penyakit kelamin, dan mengalami tekanan psikis. ORANG TUA mana yang tak hancur hatinya saat mengetahui anak yang dilahirkannya mendapat pelecehan seksual. Itu pula yang dialami T, 40, ibunda korban pelecehan seksual di JIS. Kini sang ibu selalu mendukung anaknya dan mencari keadilan demi buah hati tercinta. Keberanian sang anak bisa membuat sejumlah korban lainnya ikut bicara”

Kasus pelecehan sexual yang terjadi di Sekolah International - Jakarta International School, seakan membuka mata kita, bahwa kemewahan dan kemahalan sebuah sekolah, bukan tempat yang mampu menjamin keamanan dan kenyamanan bagi anak anak kita. Padahal dalam Undang Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002, pasal 54 jelas menyatakan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman temannya didalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.
Seperti apakah implementasinya agar pelaksanaan UUPA No 23 ini memang betul betul mampu melindungi anak di sekolah atau di lembaga pendidikan lainnya? Sayangnya, hingga kini belum ada mekanisme yang harus dibangun agar anak anak benar benar terlindungi di sekolah. Tidak ada kewajiban yang bagi penyelenggara pendidikan untuk membuat Kebijakan Perlindungan Anak disekolah termasuk “code of conduct”, sehingga semua anggota masyarakat di sekolah mentaati dan mematuhi kebijakan yang ada tersebut. Apakah ada kurikulum yang memuat tentang perlindungan anak? Saya pikir hal ini tidak pernah saya dapatkan dalam mata pelajaran apapun. Sehingga sangatlah wajar jika guru guru tidak banyak mendapat kapasitas tentang Perlindungan Anak, sehingga tidak jarang kasus kekerasan terhadap anak semakin marak. Ketidak pahamanan banyak pihak tentang perlindungan anak, membuat mereka tidak merasa bersalah atau menganggap melakukan kekerasan adalah bagian dari bentuk bentuk disiplin bagi anak anak untuk masa depan yang lebih baik.

Selain itu, mekanisme  pengawasan dan rujukan terhadap issu issu anak terkait dengan kekerasan terhadap anak disekolah pun belum menjadi prioritas bagi Kementrian Pendidikan di Indonesia.

Pesan Perlindungan Menjadi Konsumsi Dalam Kehidupan Sehari hari

Perkembangan anak tidak bersifat linier, demikian juga dengan masa kanak kanak, dan seiring pertumbuhan, baik sifat dan resiko yang mengincar juga berubah. Kemampuan koqnitif dan ketrampilan penalaran anak tetap membutuhkan latihan dan tidak cukup untuk memberitahu sesuatu kepada anak hanya satu kali saja.

Kita perlu memasukkan masalah perlindungan kedalam keidupan sehari hari, membantu anak anak untuk belajat dan mengintegrasikan perlindungan anak kedalam perilaku dan tindakan mereka dengan cara yang alami dan berkesinambungan yang akan meningkatkan pada kualitas perlindungan anak sendiri. Kapasitas anak untuk melindungi diri sendiri akan meningkat dan dapat membantu tumbuh kembang mereka.
Sebagai orang dewasa, kita wajib memberikan pesan  yang nyata dan jujur tentang perlindungan anak, jangan menciptakan suasana menakutkan atau mengancam yang mungkin timbul ketika kesadaran akan perlindungan anak meningkat. Jika kita melakukan ini, akan menimbuklan resiko di mana anak menjadi terlalu takut atau cemas dalam menghadapi kehidupan, dan bukan merasa lebih siap untuk menghadapi situasi yang berpotensi membahayakan. Sehingga perlu disampaikan gabungan pesan pesan yang positif dengan fakta fakta tentang resiko dan bahaya yang mungkin dihadapi anak.

Peningkatan Kemampuan Anak untuk Melindungi Diri, Perlu!
Umumnya, anak anak banyak yang tidak mengetahui bahwa mereka berhak di lindungi dari segala bentuk kekerasan apapun. Mereka selalu beranggapan bahwa mereka patut menerima hukuman karena mereka nakal, tidak mengerjakan PR atau tidak menurut perkataan guru. Jika mereka mampu mengungkapan alasan atau argumentasi, maka orang dewasa akan dengan mudah mengatakan “ anak anak sekarang semakin berani melawan orangtua atau guru”.

Di sisi lain, anak anak pun tidak pernah dikapasitasi bagaimana mereka mampu mengidentifiaksi bahaya yang akan terjadi pada dirinya atau teman temannya.Mengingat sebagai anak, khususnya anak usia muda sangatlah rentan, mereka tidaklah selama 24 jam selalu bersama orang tua mereka. Tak jarang hanya dengan iming iming permen, coklat atau uang, sudah mampu menarik perhatian mereka untuk menjadi target bahaya bagi para pedophilia. Sehingga, anak patut untuk diberikan kapasitas untuk melindungi diri mereka sendiri. Anak patut dikenalkan atau diajarkan wilayah wilayah sensitif mereka yang tidak boleh di sentuh (NO), apa tindakan yang harus mereka ambil jika mereka merasa tidak aman di lingkungannya (GO), kepada siapa mereka bisa mengadu jika mereka merasa tidak nyaman (TELL), dan lain lainnya.
Orang tua juga harus membuka ruang untuk berkomunikasi dengan anak secara intensif, sehingga anak merasa nyaman jika mereka ingin mengutarakan hal hal apa saja yang ingin di bicarakan. Karena sebagai orangtua kita tidak pernah bsia memastikan bahwa anak anak mereka sudah benar benar aman. Dengan semakin sensitifnya kita dengan masalah perlindungan anak, setidaknya kita mampu mengidentifkasi banyak hal jika anak kita mengalami kekerasan atau setidaknya bisa mencegahnya lebih awal. Dengan melakukan hal ini perlindungan anak dapat dimaksimalkan atau ditingkatkan dan masalah kekerasan tehadap anak dapat di cegah atau dikurangi.

Note: salah satu sumber informasi yang bisa diunduh untuk mengajarkan anak "melindungi diri dari kekerasan sexual.

Protection of Children from Sexual Offences  http://www.youtube.com/watch?v=BLSX-yh-0Fg