Semoga Tidak Jadi
Dokumen Usang Yang Tersimpan Rapi di Lemari
By, Yuyum Fhahni
Paryani – Child Protection Specialist/Consultant
P
|
emerintah Indonesia melalui Kementrian
Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) menerbitkan Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak untuk Tahun 2015
– 2019. Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak (RAN PA) merupakan penjabaran lebih
rinci atas pelaksanaan Peraturan Presiden no 2/2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, yaitu mencapai sasaran
pembangunan perlindungan anak. Pencapaian berbagai sasaran komitment global seperti
Konvensi Hak Anak dan Sustainable Development Goals, juga menjadi tujuan dalam
Rencana aksi ini.
Adapun tujuan dari penyusunan RAN-PA
adalah menghasilkan sebuah dokumen payung petunjuk strategis dalam mencapai
sasaran perlindungan anak sebagaimana telah diterapkan dalam RPJMN 2015-2019
dan berbagai komitment global.
Dalam pembuatan RAN PA ini telah
membagi dalam 3 kategori berdasarkan
kebutuhan selama siklus hidup usia anak, yakni pondasi yang kuat 1000 Hari
Pertama Kehidupan (0<2 tahun), Pilar yang kokoh dalam 10 tahun perkembangan
Anak (3-12 tahun) dan atap yang melindungi (13-17 tahun).
Sejalan dengan RPJMN 2015-2019, arah
kebijakan pembangunan dalam bidang perlindungan anak adalah:
(1) Meningkatkan
akses semua anak terhadap pelayanan yang berkualitas dalam rangka mendukung
tumbuh kembang dan kelangsungan hidup;
(2) Meningkatkan
perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan
perlakuan salah lainnya; dan
(3) Peningkatan
efekifitas kelembagaan perlindungan anak, salah satunya melalui penguatan
partisipasi anak muda untuk ikut menentukan arah dan kualitas pembangunan.
Beberapa hal yang perlu ditelaah dan
didiskusikan kembali adalah sebagai berikut:
1. DEFINISI PERLINDUNGAN ANAK
Dalam RAN-PA, konsep mengenai “Perlindungan
Anak” merujuk pada UU no 35/2014 pasal 1 ayat (2) yang menyediakan bahwa
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
segala hak hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Definisi PA ini menyatakan bahwa
perlindungan ini tidak sekadar melindungi anak dari berbagai resiko kekerasan
eksploitasi atau penelantaran, tetapi lebih luas dari itu karena yang di
lindungi adalah hak hak dasar anak.
Dalam dokumen Konvensi Hak Anak, definisi PA
sangat jelas apa yaitu tercantum dalam Pasal 19 KHA
yaitu Negara – negara peserta akan
mengambil langkah langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan
yang layak guna melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau
mental, atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah, luka (injury)
atau eksploitasi termasuk penyalahgunaan seksual, sementara mereka dalam
pemeliharaan orang tua, wali yang sah atau setiap orang lain yang memelihara anak”.
|
Hal ini sangat jelas, bahwa hak atas perlindungan
anak adalah perlindungan dari segala macam bentuk kekerasan fisik atau mental, atau penyalah
gunaan, penelantaran atau perlakuan salah, luka (injury) atau eksploitasi termasuk
penyalahgunaan seksual, bukan melindungi semua hak hak anak.
Perlindungan anak dalam KHA tidak
didefinisikan untuk melindungi semua hak hak anak. Namun, Hak-hak anak dan perlindungan anak saling terkait karena dengan mencegah
dan merespon kekerasan, penelantaran, eksploitasi, dan penyalahgunaan,
anak-anak akan dapat mengakses hak-hak lainnya
2. SIKLUS HIDUP USIA ANAK
Dalam RAN PA telah membagi siklus hidup usia
anak menjadi 3 kelompok, yaitu
- Kelompok Usia 0 -
<2 tahun, sebagai pondasi yang kuat 1000 Hari Pertama Kehidupan
- Kelompok Usia
3-12 tahun, sebagai pilar yang kokoh dalam 10 Tahun perkembangan Anak
- Kelompok Usia
13-17 tahun sebagai atap yang melindungi.
Pembagian
kelompok usia ini mungkin perlu di informasikan rujukannya, sehingga jelas
mengapa usia 13-12 tahun dianggap sebagai pilar kokoh perkembangan anak, dan
usi 13-17 tahun sebagai atap yang melindungi (?). Padahal kita masih ingat
dengan the Golden Age yaitu usia yang penting dalam tumbuhkembang anak. Periode ini
dimulai sejak janin dalam kandungan hingga usia 6 tahun.
Awal
masa anak-anak berlangsung dari usia 3–6 tahun. Pada masa ini menurut Osborn,
White, dan Bloom (dalam Apriana, 2009) bahwa perkembangan kognitif anak telah
mencapai 50% ketika anak berusia 4 tahun, 80% ketika anak berusia 8 tahun, dan
genap 100% ketika anak berusia 18 tahun.
Merujuk
pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 28
ayat 4 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang
ditujukan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lanjut[1].
Dalam Beberapa
document yang dikembangkan oleh Lembaga International, kelompok usia anak lebih
banyak membagi kategori anak dalam 4 kelompok usia antara lain: (1) 0 – 2
tahun; (2) 3 - 6 tahun; (3) 7 – 12 tahun; (4) 13 – 17 tahun. Pembagian kelompok usia ini memang memiliki
tingkat persoalan perlindungan anak yang berbeda beda dan keterlibatan/ involvement yang berbeda beda
pula. Sebagai contoh usia 3 – 6 tahun[2]
1. ANALISA SITUASI DAN TANTANGAN
3.1 Analisa
Situasi Berdasarkan Alur Siklus Kehidupan
Dalam analisa berdasarkan Alur Siklus
kehidupan melihat dari issue issue:
-
Kematian Ibu dan
Bayi serta anak di usia dibawah Usia 2 tahun
-
Pencatatan
Kelahiran dan Kepemilikan Akta Kelahiran
-
Status Gizi dan
Perkembangan Anak
-
Deteksi dini dan
Rehabilitasi Cepat Disabilitas di Awal Kehidupan
- Pengasuhan
Berbasis Keluarga, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan serta Penelantaran
Pilar Kokoh dalam
10 tahun pertumbuhan dan perkembangan anak
( 2 – 12 tahun), melihat dari issue issue:
-
Kamatian anak di
bawah Usia 5 tahun
-
Penyakit menular
dan cidera
- Akses pada
pengembangan anak usia dini Holistik Integratif dan Pendidikan Dasar
Berkualitas
-
Pembentukan dasar
dan ketrampilan hidup dan nilai nilai Budi Pekerti
-
Pengasuhan
Berbasis Rumah Tangga Yang aman
Dalam kelompok
usia (13-18), atas yang melindungi, melihat issue issue:
-
Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi Anak dan Perkawinan Usia Anak
-
Perilaku beresiko
tinggi
-
Akses dan
kualitas pendidikan usia remaja
-
Ketrampilan hidup
dan karakter Kemanusiaan/ Pendidikan Karakter
-
Kekerasan di masa
remaja
Dalam menggali
issue issue berdasarkan kelompok usia ini, tidak menunjukkan alat ukur atau
analisa yang konsisten, alias berbeda beda.
Misalnya saja pada kelompok usia
2-12 tahun dengan rentang usia yang terlalu berbeda dalam tumbuhkembang anak
ini, tidak melihat bagaimana perilaku beresiko tinggi. Mengingat kelompok usia
ini juga sangat rentan terhadap kekerasan sexual dan pekerja anak. Sedangkan
pada Pendidikan Karakter sangat diperlukan pada
kelompok Usia Dini (2- 6 tahun)
atau usia golden Age (0 – 8 tahun), dan
bukan pada usia 13 – 17 tahun.
Sebaiknya dalam
menggunakan pisau analisisnya dengan tetap menggunakan Konvensi Hak Anak
berdasarkan Kluster substantifnya dengan diagram sebagai berikut:
Disisi lain, juga
perlu menggunakan dokumen Concluding Observation dari Komite PBB sebagai hasil
pemantauan atau pengamatan dari laporan negara Indonesia kepada Komite PBB
terkait implementasi hak hak anak di Indonesia. Selain itu, dukungan UNICEF untuk membangun dan menguatkan System Perlindungan Anak Nasional (National Child Protection System) juga perlu dijadikan acuan, hingga bisa terwujud untuk melindungi anak dengan membangun system yng kuat dan terintegrasi holistik.
Dari fakta dan
data yang tersedia, barulah nanti digunakan Tools Causal Analisis untuk menemukan apa akar masalah yang sesunguhnya,
sehingga dalam melakukan intervensi akan tepat sasaran.
1.2 Analisa situasi berdasarkan kelembagaan
Hanya menjelaskan beberapa aturan yang berlaku
dan menegaskan bahwa pengawasan pembangunan perlindungan anak bermuara pada
Kementrain Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Namun, sangat disayangkan tidak ada analisa
jelas, apa yang diinginkan dalam analisa situasi berdasarkan kelembagaan. Dan
tidak ada penjelasan apa saja kendala atau tantang yang dihadapi dalam analisa
kelembagaan tersebut.
2. Akar Permasalahan
Dalam RAN PA, kita tidak mendapat penjelasan
singkat, bagaimana tim penyusun ini bisa merumuskan secara generic dari dua
analisa situasi yang telah dipaparkan diawal dengan siklus kehidupan dengan
kelompok usia berbeda serta kelembagaan dan tidak ditelaah dengan spesifik dan
rinci, apa yang menjadi akar permasalahan yang sesungguhnya.
Sehingga dalam RAN PA, muncul bahwa akar
permasalah dari persoalan anak, antara lain adalah:
a.
Kemiskinan dan
Kerentanan Anak
b.
Ketimpangan
Horisontal dan Vertikal
c.
Kekerasan,
Eksploitasi, Penelantaran dan Diskriminasi
Jika melihat,
dari akar masalah yang muncul, sangat kurang akurat atau tidak tepat dengan
hasil pokok persoalan yang ada sebelumnya, Sebagai contoh, mengapa salah satu
akar masalah adalah Kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan diskriminasi?
Mengapa Tim penulis tidak menyebutkan bahwa kekerasan, Ekploitasi, penelataran
dan diksriminasi adalah issue issue anak yang terjadi, dan perlu dicari MENGAPA
(PENYEBAB) terjadinya masalah anak tersebut?
Dalam RAN-PA
tertulis “Kekerasan berbasis rumah tangga
juga perlu ditangani secara serius. Banyak anak menderita secara fisik maupun
mental, bahkan kehilangan kesempatan untuk hidup, karena perlakuan Orangtua
mereka sendiri. Karena kekerasan ini terjadi dalam ranah domestic, masyarakat
enggan ikut campur sampai tingkat keparahan kekerasan tersebut di Ketahui” Dalam RAN PA ini, tentu saja belum
dikategorikan sebagai akar masalah. Masih perlu digali lebih dalam lagi,
mengapa (causal analysis) terjadinya kekerasan berbasis rumah tangga? Mengapa
masyarakat enggan peduli atau campur tangan jika terjadi kekerasan diranah
domestic? Apakah terjadinya kekerasan diranah domestic ini disebabkan atau akar
masalahnya adalah kemiskinan dan kerentanan anak? Tentu saja hal ini perlu dikaji
lebih dalam lagi, sehingga betul betul menemukan akar masalah yang sebenarmya, dan
bukan mengkambinghitaman kemiskinan dan kerentanan anak.
Menurut penulis,
perlu dikaji lebih dalam lagi, untuk mencari akar masalah yang sesungguhnya,
sehingga dalam melakukan intervensi akan tepat sasaran dan betul betul
berdampak pada masalah masalah anak yang ada di Indonesia.
3. SASARAN RENCANA AKSI
Tentu saja, jika
analisa yang dihasilkan tidak berkaitan satu sama lain (tidak runut), hal ini
akan mempengaruhi sasaran dari rencana aksi yang akan dibuat. Selayaknya, jika analisa dilakukan dengan
runut, maka akan menghasilkan Rencana aksi yang akan mengintervensi akar
persoalan yang ada.
Dari hasil
analisa, barulah nanti disusun secara rinci, apa saja yang menjadi hambatan
atau tantangan dalam pemenuhan hak anak dalam semua kelompok usia dalam bentuk
Rencana Aksi yang lebih nyata dan jelas akar permasalahan. Bukan secara tiba
tiba ada kebutuhan yang tidak tersebut sama sekali dalam temuan analisa situasi
siklus kehidupan anak.
Dalam melakukan
analisa situasi dan tantangan, sama sekali tidak terdapat persoalan terkait
dengan tidak tersedianya kebijakan dan program berbasis bukti dan data yang mempertimbangkan
kebutuhan dan karakteristik anak berdasarkan gender dan siklus kehidupan sesuai
konteks sosial, ekonomi dan budaya (maaf kalau penulis tidak membaca atau
menemukannya). Namun dalam sasaran dan
aksi RAN PA, muncul kebutuhan, perlunya pengembangan penelitian, penguatan
sistem data , dan lain sebagainya. Sehingga terkesan, tidak ada sinergisitas
dari analisa situasi dengan sasaran yang akan di lakukan dalam Rencana aksi.
4. PERLU DIBUATKAN LOGICAL-FRAMEWORK RAN PA 2015-2019
Setelah jelas akar masalah dan intervensi yang
akan di lakukan, bisa dibuat Logical Framework
(LF) untuk menentukan Goal, Objectives, Outputs dan indikator indikator capaian
dari masing masing Kluster Hak Anak.
LF ini bisa dijadikan landasan bagi semua
pihak yang ingin berkontribusi dalam pemenuhan hak anak dan jelas bagaimana
memonitoring dalam implementasinya. Rencana
Aksi sebaiknya sudah jelas apa dan bagaimana impelementasi nya, dan bukan lagi
kata kata bersayap yang tidak kongkrit bagaimana tolok ukurnya.
Sebaiknya RAN PA ini juga harus dipublikasikan
di website pemerintah baik BAPPENAS, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak dan Kementrian Sosial, sehingga mudah di akses oleh pihak
pihak yang berkepentingan untuk mendukung terlaksananya RAN PA 2015 -2019. Dan
harapan agar RAN PA 2015-2019 adalah untuk mencapai / mendukung arah kebijakan pembangunan dalam bidang
perlindungan anak di RPJMN 2015-2019.
Besar harapan dari penulis bahwa RAN PA ini
benar benar digunakan sebagai landasan bagi semua pihak yang bekerja untuk
perlindungan anak di Indonesia, dan tidak hanya dijadikan dokumen usang yang
tersimpan rapi didalam lemari hingga habis masa berlakunya. (*Yeye)
[1] http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2012-2-00044-PS%20Bab1001.pdf
[2]
Stick and Stone – Training Manual