Monday, March 21, 2016

MENELAAH RENCANA AKSI NASIONAL - PERLINDUNGAN ANAK 2015 – 2019

Semoga Tidak Jadi Dokumen Usang Yang Tersimpan Rapi di Lemari

By, Yuyum Fhahni Paryani – Child Protection Specialist/Consultant

P
emerintah Indonesia melalui Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menerbitkan Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak untuk Tahun 2015 – 2019. Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak (RAN PA) merupakan penjabaran lebih rinci atas pelaksanaan Peraturan Presiden no 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, yaitu mencapai sasaran pembangunan perlindungan anak. Pencapaian berbagai sasaran komitment global seperti Konvensi Hak Anak dan Sustainable Development Goals, juga menjadi tujuan dalam Rencana aksi ini.

Adapun tujuan dari penyusunan RAN-PA adalah menghasilkan sebuah dokumen payung petunjuk strategis dalam mencapai sasaran perlindungan anak sebagaimana telah diterapkan dalam RPJMN 2015-2019 dan berbagai komitment global.

Dalam pembuatan RAN PA ini telah membagi dalam  3 kategori berdasarkan kebutuhan selama siklus hidup usia anak, yakni pondasi yang kuat 1000 Hari Pertama Kehidupan (0<2 tahun), Pilar yang kokoh dalam 10 tahun perkembangan Anak (3-12 tahun) dan atap yang melindungi (13-17 tahun).

Sejalan dengan RPJMN 2015-2019, arah kebijakan pembangunan dalam bidang perlindungan anak adalah:
(1)  Meningkatkan akses semua anak terhadap pelayanan yang berkualitas dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup;
(2)   Meningkatkan perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya; dan
(3) Peningkatan efekifitas kelembagaan perlindungan anak, salah satunya melalui penguatan partisipasi anak muda untuk ikut menentukan arah dan kualitas pembangunan.

Beberapa hal yang perlu ditelaah dan didiskusikan kembali adalah sebagai berikut:

1.      DEFINISI PERLINDUNGAN ANAK
     Dalam RAN-PA, konsep mengenai “Perlindungan Anak” merujuk pada UU no 35/2014 pasal 1 ayat (2) yang menyediakan bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan segala hak hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Definisi PA ini menyatakan bahwa perlindungan ini tidak sekadar melindungi anak dari berbagai resiko kekerasan eksploitasi atau penelantaran, tetapi lebih luas dari itu karena yang di lindungi adalah hak hak dasar anak.

Dalam dokumen Konvensi Hak Anak, definisi PA sangat jelas apa yaitu tercantum dalam Pasal 19 KHA
yaitu Negara – negara peserta akan mengambil langkah langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang layak guna melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah, luka (injury) atau eksploitasi termasuk penyalahgunaan seksual, sementara mereka dalam pemeliharaan orang tua, wali yang sah atau setiap orang lain yang memelihara anak”.

Hal ini sangat jelas, bahwa hak atas perlindungan anak adalah perlindungan dari segala macam bentuk kekerasan fisik atau mental, atau penyalah gunaan, penelantaran atau perlakuan salah, luka (injury) atau eksploitasi termasuk penyalahgunaan seksual, bukan melindungi semua hak hak anak.

Perlindungan anak dalam KHA tidak didefinisikan untuk melindungi semua hak hak anak. Namun, Hak-hak anak dan perlindungan anak saling terkait karena dengan mencegah dan merespon kekerasan, penelantaran, eksploitasi, dan penyalahgunaan, anak-anak akan dapat mengakses hak-hak lainnya

2.      SIKLUS HIDUP USIA ANAK

Dalam RAN PA telah membagi siklus hidup usia anak menjadi 3 kelompok, yaitu
-  Kelompok Usia 0 - <2 tahun, sebagai pondasi yang kuat 1000 Hari Pertama Kehidupan 
-  Kelompok Usia 3-12 tahun, sebagai pilar yang kokoh dalam 10 Tahun perkembangan Anak
-    Kelompok Usia 13-17 tahun sebagai atap yang melindungi.

Pembagian kelompok usia ini mungkin perlu di informasikan rujukannya, sehingga jelas mengapa usia 13-12 tahun dianggap sebagai pilar kokoh perkembangan anak, dan usi 13-17 tahun sebagai atap yang melindungi (?). Padahal kita masih ingat dengan the Golden Age yaitu usia yang penting dalam tumbuhkembang anak. Periode ini dimulai sejak janin dalam kandungan hingga usia 6 tahun.

Awal masa anak-anak berlangsung dari usia 3–6 tahun. Pada masa ini menurut Osborn, White, dan Bloom (dalam Apriana, 2009) bahwa perkembangan kognitif anak telah mencapai 50% ketika anak berusia 4 tahun, 80% ketika anak berusia 8 tahun, dan genap 100% ketika anak berusia 18 tahun.

Merujuk pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 28 ayat 4 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut[1].

Dalam Beberapa document yang dikembangkan oleh Lembaga International, kelompok usia anak lebih banyak membagi kategori anak dalam 4 kelompok usia antara lain: (1) 0 – 2 tahun; (2) 3 - 6 tahun; (3) 7 – 12 tahun; (4) 13 – 17 tahun.  Pembagian kelompok usia ini memang memiliki tingkat persoalan perlindungan anak yang berbeda beda dan  keterlibatan/ involvement yang berbeda beda pula.  Sebagai contoh usia 3 – 6 tahun[2]




1.      ANALISA SITUASI DAN TANTANGAN
3.1 Analisa Situasi Berdasarkan Alur Siklus Kehidupan
Dalam analisa berdasarkan Alur Siklus kehidupan melihat dari issue issue:
-          Kematian Ibu dan Bayi serta anak di usia dibawah Usia 2 tahun
-          Pencatatan Kelahiran dan Kepemilikan Akta Kelahiran
-          Status Gizi dan Perkembangan Anak
-          Deteksi dini dan Rehabilitasi Cepat Disabilitas di Awal Kehidupan
-  Pengasuhan Berbasis Keluarga, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan serta Penelantaran

Pilar Kokoh dalam 10 tahun pertumbuhan dan perkembangan anak  ( 2 – 12 tahun), melihat dari issue issue:
-          Kamatian anak di bawah Usia 5 tahun
-          Penyakit menular dan cidera
-       Akses pada pengembangan anak usia dini Holistik Integratif dan Pendidikan Dasar Berkualitas
-          Pembentukan dasar dan ketrampilan hidup dan nilai nilai Budi Pekerti
-          Pengasuhan Berbasis Rumah Tangga Yang aman

Dalam kelompok usia (13-18), atas yang melindungi, melihat issue issue:
-          Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Anak dan Perkawinan Usia Anak
-          Perilaku beresiko tinggi
-          Akses dan kualitas pendidikan usia remaja
-          Ketrampilan hidup dan karakter Kemanusiaan/ Pendidikan Karakter
-          Kekerasan di masa remaja

Dalam menggali issue issue berdasarkan kelompok usia ini, tidak menunjukkan alat ukur atau analisa yang konsisten, alias berbeda beda.  Misalnya saja pada  kelompok usia 2-12 tahun dengan rentang usia yang terlalu berbeda dalam tumbuhkembang anak ini, tidak melihat bagaimana perilaku beresiko tinggi. Mengingat kelompok usia ini juga sangat rentan terhadap kekerasan sexual dan pekerja anak. Sedangkan pada Pendidikan Karakter sangat diperlukan pada  kelompok Usia Dini (2- 6  tahun) atau usia golden  Age (0 – 8 tahun), dan bukan pada usia 13 – 17 tahun.

Sebaiknya dalam menggunakan pisau analisisnya dengan tetap menggunakan Konvensi Hak Anak berdasarkan Kluster substantifnya dengan diagram sebagai berikut:


Disisi lain, juga perlu menggunakan dokumen Concluding Observation dari Komite PBB sebagai hasil pemantauan atau pengamatan dari laporan negara Indonesia kepada Komite PBB terkait implementasi hak hak anak di Indonesia. Selain itu, dukungan UNICEF untuk membangun dan menguatkan System Perlindungan Anak Nasional (National Child Protection System) juga perlu dijadikan acuan, hingga bisa terwujud untuk melindungi anak dengan membangun system yng kuat dan terintegrasi holistik.

Dari fakta dan data yang tersedia, barulah nanti digunakan Tools Causal Analisis untuk menemukan apa akar masalah yang sesunguhnya, sehingga dalam melakukan intervensi akan tepat sasaran.

1.2 Analisa situasi berdasarkan kelembagaan
Hanya menjelaskan beberapa aturan yang berlaku dan menegaskan bahwa pengawasan pembangunan perlindungan anak bermuara pada Kementrain Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Namun, sangat disayangkan tidak ada analisa jelas, apa yang diinginkan dalam analisa situasi berdasarkan kelembagaan. Dan tidak ada penjelasan apa saja kendala atau tantang yang dihadapi dalam analisa kelembagaan tersebut.

2.      Akar Permasalahan
Dalam RAN PA, kita tidak mendapat penjelasan singkat, bagaimana tim penyusun ini bisa merumuskan secara generic dari dua analisa situasi yang telah dipaparkan diawal dengan siklus kehidupan dengan kelompok usia berbeda serta kelembagaan dan tidak ditelaah dengan spesifik dan rinci, apa yang menjadi akar permasalahan yang sesungguhnya.

Sehingga dalam RAN PA, muncul bahwa akar permasalah dari persoalan anak, antara lain adalah:
a.       Kemiskinan dan Kerentanan Anak
b.      Ketimpangan Horisontal dan Vertikal
c.       Kekerasan, Eksploitasi, Penelantaran dan Diskriminasi

Jika melihat, dari akar masalah yang muncul, sangat kurang akurat atau tidak tepat dengan hasil pokok persoalan yang ada sebelumnya, Sebagai contoh, mengapa salah satu akar masalah adalah Kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan diskriminasi? Mengapa Tim penulis tidak menyebutkan bahwa kekerasan, Ekploitasi, penelataran dan diksriminasi adalah issue issue anak yang terjadi, dan perlu dicari MENGAPA (PENYEBAB) terjadinya masalah anak tersebut?

Dalam RAN-PA tertulis “Kekerasan berbasis rumah tangga juga perlu ditangani secara serius. Banyak anak menderita secara fisik maupun mental, bahkan kehilangan kesempatan untuk hidup, karena perlakuan Orangtua mereka sendiri. Karena kekerasan ini terjadi dalam ranah domestic, masyarakat enggan ikut campur sampai tingkat keparahan kekerasan  tersebut di Ketahui”  Dalam RAN PA ini, tentu saja belum dikategorikan sebagai akar masalah. Masih perlu digali lebih dalam lagi, mengapa (causal analysis) terjadinya kekerasan berbasis rumah tangga? Mengapa masyarakat enggan peduli atau campur tangan jika terjadi kekerasan diranah domestic? Apakah terjadinya kekerasan diranah domestic ini disebabkan atau akar masalahnya adalah kemiskinan dan kerentanan anak? Tentu saja hal ini perlu dikaji lebih dalam lagi, sehingga betul betul menemukan akar masalah yang sebenarmya, dan bukan mengkambinghitaman kemiskinan dan kerentanan anak.

Menurut penulis, perlu dikaji lebih dalam lagi, untuk mencari akar masalah yang sesungguhnya, sehingga dalam melakukan intervensi akan tepat sasaran dan betul betul berdampak pada masalah masalah anak yang ada di Indonesia.

3.      SASARAN RENCANA AKSI
Tentu saja, jika analisa yang dihasilkan tidak berkaitan satu sama lain (tidak runut), hal ini akan mempengaruhi sasaran dari rencana aksi yang akan dibuat.  Selayaknya, jika analisa dilakukan dengan runut, maka akan menghasilkan Rencana aksi yang akan mengintervensi akar persoalan yang ada.

Dari hasil analisa, barulah nanti disusun secara rinci, apa saja yang menjadi hambatan atau tantangan dalam pemenuhan hak anak dalam semua kelompok usia dalam bentuk Rencana Aksi yang lebih nyata dan jelas akar permasalahan. Bukan secara tiba tiba ada kebutuhan yang tidak tersebut sama sekali dalam temuan analisa situasi siklus kehidupan anak. 

Dalam melakukan analisa situasi dan tantangan, sama sekali tidak terdapat persoalan terkait dengan tidak tersedianya kebijakan dan program berbasis bukti dan data yang mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik anak berdasarkan gender dan siklus kehidupan sesuai konteks sosial, ekonomi dan budaya (maaf kalau penulis tidak membaca atau menemukannya).  Namun dalam sasaran dan aksi RAN PA, muncul kebutuhan, perlunya pengembangan penelitian, penguatan sistem data , dan lain sebagainya. Sehingga terkesan, tidak ada sinergisitas dari analisa situasi dengan sasaran yang akan di lakukan dalam Rencana aksi.

4.      PERLU DIBUATKAN LOGICAL-FRAMEWORK RAN PA 2015-2019
Setelah jelas akar masalah dan intervensi yang akan di lakukan,  bisa dibuat Logical Framework (LF) untuk menentukan Goal, Objectives, Outputs dan indikator indikator capaian dari masing masing Kluster Hak Anak.

LF ini bisa dijadikan landasan bagi semua pihak yang ingin berkontribusi dalam pemenuhan hak anak dan jelas bagaimana memonitoring dalam implementasinya.  Rencana Aksi sebaiknya sudah jelas apa dan bagaimana impelementasi nya, dan bukan lagi kata kata bersayap yang tidak kongkrit bagaimana tolok ukurnya.

Sebaiknya RAN PA ini juga harus dipublikasikan di website pemerintah baik BAPPENAS, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementrian Sosial, sehingga mudah di akses oleh pihak pihak yang berkepentingan untuk mendukung terlaksananya RAN PA 2015 -2019. Dan harapan agar RAN PA 2015-2019 adalah untuk mencapai / mendukung  arah kebijakan pembangunan dalam bidang perlindungan anak di RPJMN 2015-2019.

Besar harapan dari penulis bahwa RAN PA ini benar benar digunakan sebagai landasan bagi semua pihak yang bekerja untuk perlindungan anak di Indonesia, dan tidak hanya dijadikan dokumen usang yang tersimpan rapi didalam lemari hingga habis masa berlakunya. (*Yeye)



[1] http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2012-2-00044-PS%20Bab1001.pdf
[2] Stick and Stone – Training Manual